DPR RI Sebut Reformasi Polri Tergantung Kepemimpinan dan Kultur Organisasi
[Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI ke Mapolda Sumatera Barat]
Jakarta, 26 November 2024 – Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, menyoroti tantangan reformasi di tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Menurutnya, meskipun reformasi sudah berjalan, perubahan fundamental masih terhambat oleh persoalan kultur dan gaya kepemimpinan.
“Sebenarnya reformasi di tubuh kepolisian sudah berjalan, tapi ada persoalan di kultur yang belum bisa diselesaikan dengan baik. Hal ini boleh jadi disebabkan oleh gaya hidup dan model kepemimpinan,” ujar Nasir usai mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI ke Mapolda Sumatera Barat, Padang, Senin (25/11/2024).
Ia mengutip pernyataan Kapolri, bahwa “ikan busuk berasal dari kepala,” sehingga menekankan pentingnya pembenahan di tingkat pimpinan.
“Kalau pimpinan mampu memberikan keteladanan, kami percaya anggota kepolisian yang berada di bawah kepemimpinan tersebut pasti akan loyal dan tidak berbuat aneh-aneh,” tegasnya.
Politisi Fraksi PKS tersebut juga menanggapi wacana pemindahan Polri di bawah kementerian, yang menurutnya belum relevan dengan kondisi Indonesia saat ini.
“Memang benar ada beberapa negara yang menempatkan kepolisian di bawah kementerian, tapi di Indonesia, itu belum bisa dilakukan, bahkan mungkin dalam beberapa tahun ke depan,” katanya.
Ia menjelaskan sejumlah faktor yang menjadi penghambat, seperti pembangunan hukum yang belum sempurna, budaya hukum yang lemah, ekonomi masyarakat yang masih sulit, serta tingkat pendidikan yang rendah. Menurutnya, menempatkan Polri di bawah kementerian dalam situasi ini justru akan memperburuk keadaan.
“Memposisikan polisi di bawah kementerian tertentu justru adalah tindakan bunuh diri. Untuk saat ini, posisi Polri yang langsung bertanggung jawab kepada presiden adalah langkah yang tepat,” tambah Nasir.
Legislator Dapil Aceh ini pun mengusulkan agar Presiden Prabowo Subianto memimpin langsung reformasi hukum dan pembaruan sistem hukum di Indonesia. Ia menekankan pentingnya peran presiden untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan menghormati hak asasi manusia.
“Presiden sangat diharapkan berada di garda depan untuk memimpin penegakan hukum yang tidak sewenang-wenang dan menghormati hak asasi manusia. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum,” ujarnya.
Ia juga menyoroti perlunya konsistensi dalam memberikan sanksi tegas terhadap anggota Polri yang melanggar hukum, baik melalui mekanisme kode etik maupun pidana.
“Kepemimpinan dan sistem yang dibangun harus mampu menghadirkan Polri yang presisi, kredibel, dan dapat dipercaya oleh masyarakat,” tutup Nasir.
Pernyataan Nasir ini mencerminkan harapan besar publik agar reformasi di tubuh Polri dapat menciptakan institusi yang profesional, berintegritas, dan sesuai dengan prinsip keadilan.